Jago Renang yang Tak Pernah Juara



"Ibu saya tuh renangnya jago banget, dia bolak balik ke tengah laut tanpa peralatan. Bahkan bisa menyelam dalam waktu yang cukup lama. 

Mungkin seorang perenang profesionalpun kalah kalau diadu lamanya menyelam," kisah seorang staf ahli anggota DPR RI, Ledia Hanifa dalam sebuah event di Kota Bandung, Jawa Barat beberapa waktu lalu.

Wanita yang pernah menjadi pimpinan Majalah Ummi ini pun melanjutkan cerita tentang kehebatan ibunya yang jago renang. 

Menurutnya, ibunya bisa berenang sembari membawa bakul dan bisa menyelam dengan sebuah bakul di atas kepalanya. "Pokoknya hebat banget deh ibu gue," katanya.

Ibunya memang tinggal di daerah laut sehingga aktivitas berenang sudah menjadi kebiasaan sehari - hari ibunya dan masyarakat setempat. 

"Pertanyaanya adalah kenapa Ibu saya tidak pernah juara berenang, andaikan diadu dengan perenang profesionalpun pasti kalah cepat," katanya.

Ia pun menjelaskan bahwa disinilah orang yang berenang tanpa teori atau ilmu dengan yang menggunakan ilmu. Ibunya memang jago berenang, tetapi tidak memakai teori berenang. 

Bagaimana injakan kaki saat berenang supaya daya dorongnya lebih cepat, bagaimana menarik nafas saat berenang supaya bisa hemat energi dan bagaimana gerakan tangan saat berenang sehingga bisa bergerak cepat.

"Nah, ibu saya ga ngerti soal teori itu makanya pasti beda dengan perenang profesional," katanya. Pesan yang ingin disampaikan wanita ini adalah bahwa teori atau ilmu itu penting agar dalam melakukannya mengerti dan tahu apa dan bagaimana.

Memang waktu itu ia menyampaikan dalam konteks public relation atau lebih tepatnya staf ahli seorang anggota parlemen bidang media. Namun menurut saya, substansi apa yang ia sampaikan sebenarnya berlaku untuk bidang apapun.

Termasuk dalam bidang bisnis sekalipun. Seseorang mungkin memiliki keahlian soal manajemen keuangan tradisional yang merupakan warisan dari orangtua atau keluarganya tempo dulu lalu dipraktikan ke dalam bisnisnya.

Tetapi ketika dia bicara soal financial planning maka akan mengalami kesulitan kecuali ia kursus atau meminta pendampingan dari ahlinya. 

Atau perihal Mind Your Own Bussiness (MYOB) Accounting misalnya, pasti akan mengalami kesulitan meski dia jago dalam mengatur keuangan.

Atau ada juga seseorang yang hebat dalam bisnisnya, tetapi karena tidak memiliki skill bagaimana merawat brand, apa dampak dari cyclus product life cycle (siklus sebuah produk) maka pondasi bisnisnya tidak kuat sehingga cepat rapuh.

Itulah mengapa akhirnya saya memutuskan untuk studi lagi tentang Ilmu Marketing Commmunication Advertising di Universitas Mercu Buana, Jakarta beberapa waktu lalu. 

Disana saya belajar tentang advertising, branding, komunikasi pemasaran, perilaku konsumen dan benar - benar jauh dari apa yang selama ini saya lakukan tanpa ilmu.

Apa yang disampaikan staf ahli Ledia Hanifa di atas juga bisa jadi pelajaran untuk bidang politik. Seseorang politisi mungkin bahagia saat terpilih menjadi anggota parlemen, tetapi punya skill atau ilmukah cara merawat konstituen, melakukan personal branding, komunikasi politik.

Padahal ada kompetisi lima tahunan sekali dan belum tentu suasana persaingan akan sama dengan suasana saat seseorang terpilih. 

Belum tentu momentum politiknya sama dengan ketika seseorang terpilih. Lebih penasarannya lagi, sering terjadi dalam pemilu berikutnya muncul sosok yang justru unggul, baik dari sisi finansial, personal branding, jejaring massa dan komunikasinya.

Jadi intinya adalah bagaimana pun pentingnya praktik dalam sebuah aktivitas, teori itu menjadi instrumen yang tidak boleh ditinggalkan. Kita memang harus jeli membaca konteks, tetapi juga harus rajin membaca teks.

advertise